Melahirkan Anak Pertama : Zidan (part 1)

“A baby is something you carry inside you for nine months, in your arms for three years, and in your heart until the day you die.”

Karena beberapa bulan sebelum melahirkan, saya membiasakan diri untuk selalu bangun subuh dan jalan-jalan ditemani suami. Hari itu saya bangun subuh dengan perut mules seperti ingin BAB tapi tidak begitu pengen BAB. (Gimana tuh maksudnya? Hahaha). Beberapa saat saya sudah tidak kebelet lagi. Akhirnya saya akhirnya melanjutkan jalan-jalan lagi. Jalan-jalannya hanya disekitaran rumah saja. Baru sebentar, eh, malah suami yang kebelet pup. Hadeuh.

Ya sudah akhirnya pulanglah saya dan suami. Pagi itu sih seperti biasanya, mama berangkat kerja, suami juga berangkat kerja, adik cowok berangkat kuliah. Saya biasanya sendirian di rumah. Tapi karena pagi sudah ada tanda kebelet pup dan mules, saya agak was-was. Akhirnya saya bilang ke mama, minta salah satu saudara sepupu buat datang nemenin.

Dan benar saja, makin siang makin sering mules. Kalau saya ditanya sama temen-temen yang lagi hamil maupun suami yang istrinya mau melahirkan, gimana sih rasanya kontraksi mau melahirkan? Saya jawab kaya mules kebelet pup tapi ga ada pupnya. Saya sempet download aplikasi untuk menghitung kontraksi tapi kok bingung yah pakenya. Hahahahaa. Mungkin saya yang gaptek. Akhirnya, paling gampang, setiap mules, saya kirim whatsapp ke suami bilang kalau mulesnya datengnya. Sambil bilang juga kalau ini hanya buat ngitung berapa lama kontraksinya biar suami ga panik.

Saudara yang ditugaskan nemenin, baru datang sekitar jam 10 pagi. Jadi selama mules-mules dikasur, saya cuma berusaha rileks dan sesantai mungkin sambil buka-buka Instagram. Dari buku yang saya baca, katanya kontraksi awal-awal disuruh berkegiatan seperti biasa, disuruh jalan-jalan. Tapi jujur saja, saya ga kuat bangun. Kaki rasanya lemes. Fokus cuma diperut yang mules. Mau dialihkan atau diusahain lupa, juga susah banget. Akhirnya saya cuma rebahan dikasur sambil nahan mules. Saya akhirnya sekarang sadar kalau hamil lalu melahirkan itu seperti hubungan kita hanya dengan Allah. Hanya kita berdua. Seperti perjalanan spiritual kita dengan Tuhan. Karena yang kita ingat dan kita sebut cuman nama Allah. Kalau ga istighfar yah nyebut nama Allah aja. Lainnya udah lupa.

Saudara sepupu saya sudah heboh panik nyuruh nelpon suami biar dianter ke rumah sakit. Saya menenangkan saja. Saya bilang belum kok (ini jawaban sok tau saya. Hahahaa). Saya nunggu suami saya pulang dan sampai rumah jam 2 siang. Akhirnya saya bangun dan berusaha ganti baju sambil mules-mules dan berusaha berdiri tegak. Saudara saya sudah bawa tas yang sudah saya siapkan untuk dibawa ke rumah sakit ke mobil. Kalau diingat, perut udah sakit banget tapi berusaha jalan itu luar biasa yah. Di mobil pun juga cuman ambil napas terus dikeluarkan kalau mules-mulesnya datang. Apalagi pas berhenti di lampu merah, dan mules-mulesnya muncul. Yang heboh justru saudara saya. Hahahahaaa.

Perjalanan rumah ke rumah sakit gak begitu lama. Hanya saja terasa panjang karena dibarengi sama mules-mules tadi. Sampai di rumah sakit langsung menuju IGD dan diantar langsung ke bagian MNE (maternal neonatal emergency). Saya sudah pesan pada suami, ketika saya melahirkan saya ingin ditemani suami. Suami harus ada disamping saya terus. Kenapa saya melahirkan dirumah sakit? Jawabannya karena saya bekerja di rumah sakit, jadi saya ingin ada dilingkungan yang saya kenal dan saya nyaman.