Seriously, for real?Seriously, for real?
Saya tahun depan tetap bertekad untuk ikut beasiswa s2 di Turki. Saya tahu keputusan ini saya ambil saat saya sedang dekat dengan seseorang dari negara tersebut.
Meski sekarang sudah tidak pernah saling menghubungi. Tapi saya masih dalam masa membandingkan. Setiap ada cowok yang berusaha dekat, saya selalu membandingkannya dengan dia. Dia yang sudah tidak saya ketahui rimbanya. I like him. Yah, like i said before.
Saya ingin tetap pergi kesana. Saya ingin bertemu. Saya benar-benar ingin memastikan bahwa dia seperti my first impression dan sesuai dengan bayangan saya.
Saya ingin mengambil konsentrasi di tourism tapi sepertinya disana jarang ada. Tapi nanti pasti akan saya browsing lagi. Dan saya mulai belajar bahasa Turki.
I.like.him.for.real.
Nah, saya menjadi sering bertanya-tanya, apakah ini benar adanya atau ini hanya cara saya menjaga diri saya dan mencoba setia pada siapa yang menjadi orang pertama. Benarkah saya terperangkap nostalgia dan romantisme ini? Atau ini sifat melankolis saya yang kelewat batas?
Meski sekarang sudah tidak pernah saling menghubungi. Tapi saya masih dalam masa membandingkan. Setiap ada cowok yang berusaha dekat, saya selalu membandingkannya dengan dia. Dia yang sudah tidak saya ketahui rimbanya. I like him. Yah, like i said before.
Saya ingin tetap pergi kesana. Saya ingin bertemu. Saya benar-benar ingin memastikan bahwa dia seperti my first impression dan sesuai dengan bayangan saya.
Saya ingin mengambil konsentrasi di tourism tapi sepertinya disana jarang ada. Tapi nanti pasti akan saya browsing lagi. Dan saya mulai belajar bahasa Turki.
I.like.him.for.real.
Nah, saya menjadi sering bertanya-tanya, apakah ini benar adanya atau ini hanya cara saya menjaga diri saya dan mencoba setia pada siapa yang menjadi orang pertama. Benarkah saya terperangkap nostalgia dan romantisme ini? Atau ini sifat melankolis saya yang kelewat batas?
Comments
Post a Comment