Ini Tentang Cinta

Sudah lama tidak menulis. Hobi saya ini menjadi terlupakan karena kesibukan kerja. Sekarang mungkin saat yang tepat menulis ketika saya memang sedang ingin berbagi pengalaman bersama dunia (baca: semua orang). Yah mungkin bisa dibilang saya menulis ini dengan berbekal rasa sakit dan kecewa pada seseorang. Saya hanya ingin menceritakan semuanya pada orang lain. Siapapun anda.


Ini soal cinta.
Saya sudah lama tidak jatuh cinta. Saya akui saya susah jatuh cinta setelah kejadian ditinggalkan beberapa tahun yang lalu. Rasanya kacau dan sakit sekali. Setelah beberapa tahun akhirnya, saya mulai membuka diri. Membuka diri pada lelaki lain dan belajar menyukai orang lain. Yang akhir-akhir ini saya sadari bahwa saya masih sama seperti dulu, yakni saya menyukai orang yang bisa membuat saya tertawa.

Awalnya saya tidak memiliki perasaan lebih pada laki-laki ini. Bisa dibilang biasa saja. Hanya saja, I laughed a lot with him. Awalnya saya juga tidak tahu kalau dia sudah punya hubungan jarak jauh alias LDR. Ketika saya tahu pun, saya biasa saja. Dan pada saat saya konfimasi, dia menjawab dengan jelas bahwa dia sudah putus. Itupun saya juga biasa saja.

Dua kali, tiga kali, empat kali dan seterusnya jalan bareng, Saya tidak tahu kapan ini tumbuh. Saya mulai suka dan mulai mengumpulkan perasaan yang dulu saya sembunyikan di berbagai tempat di hati saya. Saya mulai terbiasa dengan kehadiran dia disisi saya. Saya mulai tahu kebiasaan-kebiasaannya yang mana banyak juga adjustment yang saya lakukan untuk dia. Kekurangan dia sudah saya maklumi. Saya memberikan perhatian lebih. Kita melakukan kontak fisik yang saya artikan itu sebagai kontak fisik yang lebih dari sekedar teman.

Disatu waktu, saya mulai mempertanyakan status hubungan kami. Sangat wajar, menurut saya. Saya bertanya apakah dia memang punya perasaan lebih pada saya. Dia menjawab iya. Karena seperti kata orang jawab, witing tresno jalaran soko kulino. Yang artinya rasa suka/cinta tumbuh karena kebiasaan.

Lalu beberapa saat setelah itu saya tahu kalau dia masih punya hubungan dengan pacarnya. Dia memang putus dan memutuskan untuk kembali. Jujur, saya terluka. Dia tidak mengatakan apapun soal dia kembali kemantannya tapi masih menjaga hubungan baik dengan saya. Saya kecewa, harusnya dia mengatakan itu dari awal atau setidaknya bersikap ‘menolak’ pada kemungkinan-kemungkinan adanya kedekatan dengan saya. Saya menangis. Merasa dibohongi, merasa bodoh dan merasa sangat jahat. Saya juga perempuan, saya tahu rasanya bila pacar saya dekat dengan perempuan lain yang mana itu sekedar teman biasa.

Saya curhat dengan beberapa teman baik laki-laki maupun perempuan. Semuanya menyuruh saya untuk menjauh. Iya, benar! Saya menjauh dengan sekuat tenaga. Namun ternyata susah sekali apalagi ketika saya mulai mengkomunikasikan ini dengan dia, dia menolak ide saya. Saya dianggap seperti anak SMA karena ingin menjauh. Dia tetap tidak mau, dia bilang kalau saya tidak sms, atau telpon atau memutuskan kontak dengannya, dia akan datang kerumah saya. Saya juga tidak mau memungkiri, saya masih suka kangen dan mengajaknya makan atau jalan. Dia menceritakan soal keluarganya yang brokenhome dan banyak hal lain yang menurut saya itu rahasia bahkan bisa dibilang aib keluarga. Kita banyak bercerita tentang diri masing-masing. Kita merencanakan banyak hal. Intinya semua orang yang melihat kita bersama, akan menganggap kita lebih dari teman.

Akhirnya sekali dua kali saya gagal menjauh. Saya tetap bertahan mengesampingkan ego dan perasaan. Menutup mata, dan telinga. Tapi….. saya juga tidak mau membangun cinta diatas penderitaan perempuan lain. Karena saya juga perempuan. Saya merasa saya sangat jahat pada pacarnya. Kasihan pacarnya.

Saya juga tekankan bahwa saya orang yang tidak mudah move on. Jadi saya bertekad untuk menjauh. Sejauh mungkin. In the end, kita sepakat menjadi teman. Tapi itu hanya teori, kita masih sama seperti dulu. Saya tidak mau seperti ini lagi. Dilihat dari berbagai sisipun, orang seperti saya akan menjadi pihak yang bersalah. Misalnya dia memutuskan hubungan dengan pacarnya dan memilih saya, saya akan dengan mudah diberi cap perusak hubungan orang atau orang ketiga. Misalnya dia tetap memiliki hubungan dengan pacarnya, saya yang akan dengan mudah mendapat cap, perempuan genit yang suka ngejar pacar orang. It happened! Sedih loh, karena dalam hal ini perempuanlah yang dirugikan.

Beberapa hari ini, dia bercerita bahwa dia sudah putus dengan pacarnya. Tidak bisa dipungkiri, saya memiliki sedikit harapan. Namun buru-buru saya bunuh harapan itu, karena dari cerita dia, dia sering putus nyambung dan saking seringnya dia bosan. Saya yakin, beberapa hari lagi, dia pasti gak jomblo lagi.

Karena atas dasar dia yang sekarang jomblo saya memberanikan diri menanyakan kembali status hubungan kami. Dia dengan tegas bilang bahwa kita adalah teman. Dia dengan tegas bilang bahwa dia hanya ingin berteman. Hanya ingin berteman. Seketika saya menjadi tidak mengerti dengan semua yang terjadi. Lalu saya bertanya, berarti selama ini apakah aku yang salah mengartikan sikapmu? Apakah aku yang kegeeran? Dia tidak bisa menjawab. Lalu saya tanya sekali lagi dengan pertanyaan yang sama. Akhirnya dia menjawab, iya. Saya sudah tidak bisa membendung airmata. Antara kecewa, bodoh, sedih, malu dan tidak percaya.


Dengan segala kerendahan hati dan rasa bersalah, karena saya seakan-akan mengejar-ngejar dia, menempeli dia terus. Saya minta maaf. Saya minta maaf untuk pacarnya terutama. Saya minta maaf pada dia karena membuat dia tidak nyaman. Kalau ada orang yang mendekati saya, mengejar-ngejar saya atau menempel saya terus dan orang itu tidak saya sukai atau at least saya tidak ada perasaan, maka saya akan merasa sangat terganggu dan tidak nyaman. That’s why, saya minta maaf kalau semisal saya membuat dia tidak nyaman. Lalu dia menjawab, enggak justru aku nyaman banget sama kamu. Dengan gampangnya setelah itu dia bilang, jangan sedih ya dan setelah jelas semua, kamu ga boleh menjauhi aku.

WHAT?? You said that I am the one who make mistake! Hey come on! I don’t understand at all. Bener kalau kita memang merasa nyaman satu dengan yang lain. Saya menyadari itu. Awal tadi dia bilang SAYA adalah yang bersalah mengartikan sikap, maka harusnya dia merasa tidak senyaman itu berada disamping saya. Kalau memang SAYA yang salah mengartikan sikap, harusnya dia ‘menolak’ saya secara halus ketika saya ajak makan atau jalan dan tidak menanggapi sms atau telpon saya DARI AWAL.

Saya lalu bertanya, Sewaktu kamu bilang kamu suka aku karena kebiasaan itu berarti bohong ya? Dia menjawab, itu bener, cuman aku ga mungkin pacaran sama kamu karena aku sudah punya pacar. Lalu saya bertanya lagi, Sewaktu kamu pegang tangan aku, cium tanganku, gigit tanganku, itu ga pakai perasaan ya? Dia menjawab, iya pakai perasaan lah.

Seketika itu saya merasa muak. Dari suka menjadi cinta menjadi benci menjadi muak. Allah bisa putarbalikkan apapun termasuk perasaan manusia dengan mudah.

Saya sebenarnya memiliki pertanyaan-pertanyaan lain. Tapi saya sudah tidak peduli lagi pada jawabannya. Saya rasa dia gak akan jawab semua pertanyaan saya. Saya yakin. Karena saya rasa dia tidak cukup berani untuk bertanggungjawab mengklarifikasi semuanya dan memberi saya kejelasan. Akhirnya saya mengatakan pada diri saya sendiri. Sudah cukup.

Comments

Popular Posts