Jodoh Part 5
Ahhh.. laki-laki yang berusaha dijodohkan kakak saya masih saja menghubungi saya. Kok bisa??? Saya rasa saya sudah cukup memberikan sinyal bahwa saya tidak tertarik. Pada dasarnya, saya tidak sejudes itu. Sengaja tidak menyimpan nomernya bahkan sempat lupa namanya. Hehehehe. Saya sudah gak sreg pada pertemuan pertama. Saya tidak suka cowok yang terlalu pendiem dan punya sense of humor yang jelek. Mungkin jelek bukan kata yang sesuai, mungkin lebih pantas kalau selera humornya tidak cocok dengan selera saya. Saya sudah memberi kesempatan. Dan saya menemukan satu hal yang saya suka dari dia. Dia mandiri secara financial dan melewati banyak hal yang berhubungan dengan semangat mencari uang. Tapi, tidak cukup hanya satu hal yang kecil seperti itu yang bisa mengubah perasaan saya.
Ceritanya begini….
Setelah pertemuan terakhir beberapa bulan yang lalu, saya sudah memutuskan untuk tidak ingin melanjutkan perjodohan ini. Saya tidak pernah mencoba mengirim sms lebih dulu atau mencoba menanyakan kabar pada kakak saya. Tetapi dia tetap rajin mengirim sms pada saya. Lumayan sering, setidaknya dua minggu sekali dan itu terjadi sampai hari ini. Pagi tadi, saya masih menerima sms dari beliau.
Beberapa bulan yang lalu, kakak saya tiba-tiba cerita kalau dia, laki-laki yang dijodohkan dengan saya, mengatakan bahwa dia tertarik pada saya. Awalnya saya hanya tertawa saja karena tidak menyangka. Saya bukan perempuan yang cantik dan anggun dan lemah lembut seperti dambaan para laki-laki pada umunya. Saya tidak cantik, tidak anggun dan pastinya tidak lemah lembut. Ketika ada cowok yang suka dan tertarik pada saya dan saya kebetulan tidak tertarik, maka saya akan bersikap tegas dengan tidak memberikan harapan terlalu besar. Saya tidak ingin melakukan hal yang sifatnya menggantung meskipun itu didasari rasa sungkan dan tidak enak hati atau kasihan.
Lalu setelah kabar itu sudah disampaikan pada saya, tiba-tiba beberapa minggu kemudian sms datang dari dia. Sepertinya saya saat itu not in the right mind atau dia yang sedikit membingungkan. Entahlah. Dia bilang ingin meminta bantuan saya. Oh oke, pada saat itu saya iyakan. Ternyata bantuan yang dia harapkan dari saya adalah dia ingin dikenalkan pada teman-teman saya yang saat ini sedang jomblo pada dia. Saya jadi agak bingung sendiri. Saya tertawa dan bertanya-tanya sendiri, apakah mencari pasangan itu semendesak itu padahal usianya juga belum lewat 30 tahun? Ah entahlah, mungkin batas waktu dan standart yang dia pegang berbeda dengan laki-laki kebanyakan yang saya kenal.
Setelah sms terakhir itu, dia masih terus mengirim sms meskipun intensitasnya lebih jarang dan saya tetap pada pendirian saya, saya tidak akan memberikan harapan lain dan menjadikan hubungan ini menjadi lebih membingungkan. Lalu kakak saya mengatakan kalau dia, laki-laki itu, ingin dikenalkan dengan cewek lain dan terpilihlah salah satu teman SMA kakak saya. Setelah berkenalan, kakak saya bertanya ke cewek itu, bagaimana pendapatnya. Kakak saya , jawaban cewek itu dan saya hampir sama. Kami memiliki pendapat yang sama, bahwa dia, beliau, itu tidak jelas. Pokoknya tidak jelas. Seperti tidak punya prinsip dan tujuan. Terasa seperti memaksakan diri ingin memiliki pasangan tapi hanya sebatas itu. Padahal memiliki pasangan kan butuh banyak hal. Tidak hanya setelah dikenalkan dengan orang lain, cocok, lalu pacaran.
Pernah satu kali kakak saya bilang kalau dia tidak pernah pacaran sebelumnya, tetapi pada saat saya tanya berapa kali pacaran, dia bilang dia pernah pacaran pada saat kuliah dan itu backstreet. It means dia bohong kan? Entah pada saya atau pada kakak saya.
Dan kita tinggalkan saja cerita perjodohan itu. Saya sudah tidak berminat membahasnya. Pasangan itu bukan seperti nyari baju. Memang dibeberapa aspek seperti kita memilih baju. Kita mencari kenyamanan, warna yang cocok dengan kulit kita, potongan yang pas di pinggang, model kerah yang cocok, dan sebagainya. Dan mencari pasangan itu kan bukan sekedar mencari orang yang kita cintai. Saya agak kaget dengan berita perceraian Mike Lewis dan Tamara beberapa waktu lalu. Mereka adalah pasangan favorit saya. Lalu saya bertanya-tanya sendiri, kenapa banyak sekali orang yang bercerai? Segitu gampangnya kah memutuskan hubungan yang dilandasi rasa cinta. Katanya cinta adalah hal yang sacral dan suci. Katanya cinta adalah segalanya. Lalu apakah cinta itu sudah hilang?
Adik saya langsung menjawab bahwa menikah itu bukan hanya mengenai cinta. Bahwa menikah itu mengejar sakinah, mawaddah, warohmah. Bahwa artinya kita membutuhkan orang yang membuat kita nyaman, tenang, bahagia, damai, yang memahami kita dan memiliki kualitas keimanan pada Allah SWT. Karena cinta itu bisa dengan mudah hilang. Cinta itu mengalami fluktuasi. Kita tidak pernah tahu kapan naik dan kapan turun. Lalu saya berpikir bahwa sakinah, mawaddah dan warohmah akan tercapai hanya apabila pernikahan dan cinta itu didasari karena perasaan cinta kita pada Allah SWT. Itu simpulan saya sebagai orang yang tidak pernah berpengalaman dalam masalah pernikahan.
Saya teringat satu dialog di drama korea yang saya tonton, Ojakgyo Brother. Disitu tokoh yang diperankan Joo Woon mengatakan pada kakaknya yang diperankan oleh Ryu Sooyoung, bahwa orang yang kita cintai bisa saja mengkhianati kita, namun orang yang baik hati tidak akan mengkhianati kita. Saya tahu itu hanya penggalan drama yang mungkin tidak bisa mewakili apa yang ada direalita tapi saya tahu, itu benar. Dan saya jadi tahu bahwa intinya tidak hanya cinta yang membuat kita bisa menjalin hubungan serius dengan orang lain.
Satu hal lagi, yaitu chemistry. Saya tahu ini klise tapi saya rasa chemistry itu bisa dibangun. Kalau untuk kerja tim, itu bisa dibangun seiring dengan waktu. Namun berbeda dengan cinta dan hubungan, menurut saya chemistry dalam hubungan harus ada di awal. Sama halnya dengan ketika saya mencoba membuka diri pada laki-laki yang dikenalkan pada saya. Saya membuka diri pada hadirnya sebuah chemistry namun chemistry itu tidak datang-datang. Yah, saya tidak mau memaksa.
Comments
Post a Comment