Percakapan Dengan Teman Baik

Hari ini saya berbicara dengan seorang teman melalui. Teman lama. Saya bisa bilang dia adalah teman baik saya. Dia mungkin bukan sahabat saya yang tahu siapa diri saya sebenarnya dan apa saja rahasia-rahasia saya. Namun dia adalah orang yang ada di samping saya bagaimanapun keadaannya. Dia teman yang sangat baik. Hehehehe. Definisi baik bagi saya termasuk juga dia sering jadi tempat utang saya kalau kiriman uang dari orang tua belum sampai di awal bulan. Saya rasa teman baik bisa diartikan sebagai teman dikala suka dan duka namun belum tentu menjadi orang yang pertama kali kita ingat saat kita susah atau senang. Tapi kita berteman dengan baik, menurut saya.

Dia teman lama. Teman dengan kualitas iman yang saya tahu, lebih dari kadar iman saya. Teman dengan kualitas kemurnian dan ketulusan yang lebih dari saya. Saya belajar banyak hal dari dia. Benarkah saya belajar?

Lalu pertanyaan itu memberondong ke otak saya. Mengkontaminasi dengan berbagai macam pertanyaan tentang hal-hal yang selama ini lupa saya renungkan. Saya lupa betapa saya banyak melewatkan pelajaran-pelajaran hidup. Saya terlalu banyak melihat diri saya sebagai victim. Victim dari banyak sebab, masalah keluarga, ketidakberuntungan, dan ketidakseimbangan.

Hari ini. Sore ini, saya hanya berbicara dengan dia tidak lebih dari satu jam. Dia tidak menasehati. Menggurui atau apapun bentuknya. Kita hanya berbicara masalah kabar dan keadaan masing-masing. Namun saat saya ditanya, “Kamu ingin jadi apa?” Saya tidak berpikir panjang dengan mengatakan sesuatu yang merujuk pada satu profesi. Perlahan saat hubungan telpon itu terputus, saya berpikir tentang jawaban saya tadi. Benarkah aku ingin menjadi seperti itu?

Saya menjadi tersadar bahwa selama ini saya hanya focus pada hal dunia yang tidak kekal dan hanya memberikan temporary of happiness. Saya lupa bahwa uang tidak dibawa mati. Bahwa harta tak akan memberikan kebahagian di akhirat nanti. Saya sibuk. Sibuk dengan diri saya. Sibuk dengan bagaimana cara saya memenuhi kebutuhan materi. Dan saya lupa membangun hubungan istimewa dengan Sang Pencipta.

Saya tidak bilang, kalau saya termasuk manusia dengan kadar keimanan tinggi, selalu dermawan, jujur, lapang dada, baik hati, tidak pernah bergosip, tidak pernah negative thinking dan tidak sombong. Saya bisa bilang saya bukanlah orang baik. Saya standart.

Sekarang saya berjanji akan selalu merefleksikan dan menanyakan pertanyaan ini sebelum bertindak : “Sudahkah aku menjaga niat dan keikhlasanku hanya untuk Allah semata, dan bukan untuk mencari perhatian orang lain?” dan “Masihkah ada kesombongan, walau setitik dihatiku?”

Terima kasih teman!!!

Comments

  1. Wahhh siiiiiip (^o^)b
    Selalu bersyukur agar hidup kita bahagia ;D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts