Terima Kasih Teman

Mungkin saya bukanlah cewek paling popular, paling cantik, paling pintar, paling kaya atau paling berbakat di sekolah saya. Itu benar! Nah kalaupun teman bisa dibeli, ibaratnya saya tidak punya kemampuan untuk membeli itu. Saya hanya memiliki beberapa teman dekat yang saya kenal.

Namun seiring berjalannya waktu, ketika kelas harus berpindah dan harus dibagi sesuai penjurusan. Saya sadar, saya merasa ada yang janggal. Teman-teman saya yang ada pada saat itu sangat berbeda dengan teman yang saya miliki sebelumnya. Saya tidak tahu kenapa, everything seems so different. Everybody has their own friends. Singkat kata terjadilah sebuah pengkotak-kotakkan. Semua orang kalau ditanya akan bilang, “No! aku ga ngegang!” tapi ketika dikembalikan pada kenyataan mereka menciptakan boundaries yang saya rasa tak akan ada yang bisa menembusnya. Jadi ketika dikembalikan lagi pada proses basa-basi, semua jadi terasa palsu.

Yang lebih saya tidak mengerti, ketika hampir semua lapisan menjadi sebuah kotak-kotak yang tidak akan bersatu. Saat itu sih, laki-laki dan perempuan melakukan hal sama. Saya berpikir mungkin ini salah saya karena saya tidak membaur dengan mereka. Oleh karena itu mereka memperlakukan saya dengan berbeda. Saat itulah saya mulai merasa menjadi outsider. Saya selalu bertanya-tanya sendiri, apa ini salah saya? Apa ini karena karakter saya yang terlalu perfeksionis? Terlalu pemilih? Atau saya yang tidak memenuhi criteria sebagai teman mereka? Apa karena saya tidak cantik? Tidak kaya? Tidak punya handphone keluaran terbaru? Atau saya memberikan first impression yang salah? Apakah saya terlalu judes?

Pertanyaan-pertanyaan ini selalu saya bawa dan saya pikirkan dan perlahan saya lupakan seiring berjalannya waktu. Saat ini, detik ini, saya mulai memikirkannya lagi yahhh ketika harus berhubungan dengan orang-orang di masa lalu saya. Saya berjanji. Saya akan bersikap sefriendly mungkin, seramah mungkin, sekomunikatif mungkin, sebaik mungkin untuk menjadi teman mereka. Saya ingin mereka tahu siapa saya sebenarnya yang mungkin mereka tidak kenal sewaktu dulu.
Lalu di satu momen penting, saya sadar mereka tetap sama. Mereka tetap memperlakukan saya berbeda. Bahkan tidak menganggap saya bagian dari mereka. Lalu saya berfikir, okay, I am still the outsider. Saya tidak tahu seperti apa dan bagaimana penilaian mereka terhadap saya. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, saya masih menyimpan rasa sakit hati itu. Meskipun saat ini bisa dikatakan, harusnya mereka menghormati saya namun mereka tidak melakukannya.

Then fine! Saya tidak akan memaksakan mereka untuk menghormati saya. Saya tidak akan memaksakan mereka untuk menyukai saya. Saya tidak akan memaksakan apa yang mereka pikirkan tentang saya hari ini, dulu atau nanti. Saya tidak mau capek-capek mengurusi apa yang mereka pikirkan. Saya tidak mau memaksakan diri saya menjadi teman yang mereka inginkan. Saya tidak mau repot untuk menjadi diri orang yang lain demi mendapatkan standart untuk menjadi teman mereka. Ketika mereka tidak menghargai saya, saya tidak akan buang-buang waktu untuk membuat mereka peduli pada saya.

Saya rasa toleransi saya sudah cukup. Saya mencoba dan tetap tidak diterima. Berarti mereka bukan orang yang bisa menghargai saya apa adanya.

Terima kasih teman. Saya belajar banyak tentang kehidupan.

Popular Posts