Hutang Budi :(

Pernahkah merasakan hal ini? Merasakan kekurangan pada diri kita karena cara kita memperlakukan orang lain terlebih orang yang kita cintai dengan tidak layak. Kelayakan itu justru membuat saya memiliki beban. Beban untuk membalas segala perbuatan baik orang lain yang telah dilakukan di masa lalu.

Inilah culture. Budaya hutang budi yang dibumbui dengan rasa ‘kekeluargaan’ yang sangat akrab. Budaya ini membentuk cikal bakal korupsi dan nepotisme.

Saya sejujurnya memang tidak bisa mengabaikan hutang budi. Selalu ada rasa berat yang menuntut hati saya untuk membalasnya. Mungkin tidak hanya saya atau anda. Mungkin mostly semua orang Indonesia akan merasakannya. Saat orang menolong anda, maka kita berkewajiban untuk melakukan hal yang sama. Atau jika tidak anda akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu terima kasih dan lingkungan sosial anda akan menghakimi anda sebagai not-good-person or not-good-friend. Atau yang lebih menyakitkan dianggap sebagai kacang yang lupa pada kulitnya.

Oh. Hate this way of thinking.

Mungkin cara berpikir kita juga harus diubah. Moto bahwa saat kita memperlakukan orang lain dengan baik maka kita akan diperlakukan dengan sama, harus dihapus. Moto itu menimbulkan pemikiran hutang budi. Yah kita mengharapkan hal yang sama dengan yang kita lakukan pada orang lain. Stop it.

Dan kita harus tahu bahwa kita melakukan itu karena kita ingin menolong. Tanpa balasan apapun. Jadi jangan mengharapkan ada balasan yang setimpal atau sebaliknya memberikan balasan hutang budi yang setimpal. We have to stop this.

Sekarang saya akan melakukan apapun karena saya ingin atau sebaliknya. Namun tetap dengan batasan norma dan nilai yang ada di masyarakat. I do this because I want it.

Comments

Popular Posts