Sprinkle Of September : Anger Management
Tidak selalu
merasa bahagia itu normal. Kesedihan dan masalah adalah bagian dari manusia dan
kehidupan. Yang menjadi penting untuk dipikirkan adalah bagaimana kita keluar
dari masalah dan rasa sedih dalam hati dan hidup kita tanpa harus keluar jalur.
Salah satu
bagian dari rasa sedih adalah rasa marah. Ketika mulai ada yang tidak sesuai
dengan ekspektasi atau rencana atau ada orang lain yang bersikap tidak baik
pada kita, kita mulai merasa tidak nyaman kemudian berkembang menjadi kecewa
dan marah. Rasa marah pada sebagian orang datang dengan begitu cepat dan
meletup-letup. Sebagian orang lagi mencoba dealing with it. Pada dasarnya,
semua berasal dari gesekan-gesekan.
Lalu
bagaimana kalau seandainya kita sudah sangat lelah dan tidak bisa memberikan
toleransi pada orang yang membuat kita merasa buruk tersebut? Jarang sekali
manusia yang bisa bersabar. Karena bersabar itu sesuatu hal sulit dilakukan. Ketika
seseorang mengatakan ‘sabar ada batasnya’ maka bisa dipastikan orang itu tidak
sabar. Tapi harus bisa dipastikan bahwa bersabar bukan berarti menjadi diam
tanpa melakukan apapun. Lalu bagaimana kalau kita adalah termasuk orang yang
tidak bisa sabar menghadapi orang lain dan mengendalikan rasa marah?
Sebenarnya tidak
ada yang salah dengan rasa marah ketika rasa marah itu berujung menjadi sebuah
perilaku yang lebih bijaksana. Rasa marah akan menjadi totally wrong idea
ketika hal tersebut membuat kita meledak seperti bom, marah, murka dan
mengucilkan orang lain. Apalagi bila ketika marah disertai pula dengan
kata-kata yang buruk dan sangat tidak sopan pada orang lain, BIG NO NO! ingat
kata Aa Gym, salah satu ustad favorit saya, hehehe. Setiap orang itu seperti
teko, maka ketika apa yang keluar dari mulutnya sebenarnya mencerminkan apa
yang ada di dalam individu tersebut. Ketika didalam teko berisi air maka yang
keluar adalah air. Bila yang disimpan didalamnya adalah air got/selokan maka
yang keluar adalah air yang kotor dan keruh. Maka berhati-hatilah untuk tidak
bersikap dan berbicara seenaknya sendiri apalagi tanpa pemikiran yang matang. Bisa-bisa
kita dicap tidak berpendidikan.
Penyaluran rasa
marah bisa dibagi menjadi dua yaitu pada orang lain dan diri sendiri. Kalau pada
orang lain, yah jelas kita akan menumpahkan rasa kesal tersebut dengan tidak
terkendali. Yang kedua adalah pada diri sendiri. Untuk beberapa orang sih
dengan cara menyakiti diri sendiri, melukai diri sendiri, pola makan yang
kacau, mencoba narkoba dan lain sebagainya.
Ada kalanya
tips yang banyak saya baca adalah dengan menarik napas dan menghembuskannya
perlahan serta menghitung sampai 10. Saya secara pribadi tips ini tidak begitu
ampuh untuk saya. Hehehe. Saya selalu yakin, bahwa yang mengendalikan diri kita
adalah kita sendiri dan otak adalah CPU yang mengaturnya, jadi saya selalu
mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kemarahan itu.
Ada cara
yang bisa dilakukan. Dalam islam dianjurkan bagi siapa saja yang marah, dan
bila dalam keadaan berdiri, maka dia harus duduk. Ketika dalam keadaan duduk,
maka dia dianjurkan untuk berbaring. Kalau saya artikan sih, literally bukan
kita di suruh duduk terus kalau masih marah disuruh tiduran. Kalau situasinya
sedang di kantor, kita mau tiduran dimana? Hehehe. Yah, kita disuruh menahan dulu
apa yang sedang akan kita lakukan. Kita disuruh berhenti lalu berpikir dan
mencerna apa yang terjadi lalu mengambil sikap.
Saya rasa saya
juga selalu mengingat sebuah quote yang saya baca entah dimana dan siapa yang
mengatakan yang berbunyi ‘rasa marah akan selalu berujung pada rasa malu’,
sebelum saya terlanjur meradang dan mengoceh tentang banyak hal. Yah saya bisa katakan
biasanya rasa marah juga akan berujung pada penyesalan.
Selanjutnya saya
biasanya akan menanyakan kembali pada diri saya. Penting kah saya marah hari
ini? Pentingkah saya berbuat seperti ini? Pentingkah bila saya marah-marah pada
dia? Apakah kemarahan saya ini akan menjadi sebuah hal yang berpengaruh dimasa
datang at least 5 tahun mendatang? Saya tahu ketika kita marah kita ingin
menunjukkan (menegaskan) bahwa ini benar dan ini salah dan tidak seharusnya dia
melakukan hal tersebut pada kita. Tetapi kemarahan itu membuat kondisi
emosional kita tidak stabil dan akan cenderung membuat kita
mengatakan/melakukan apa yang tidak akan kita katakan/lakukan pada saat normal.
Bila kita rasa penting untuk menyampaikan segala uneg-uneg, maka lebih baik
tanyakan kembali beberapa pertanyaan tentang penting tidaknya, cernalah semua
hal yang terjadi dan lihatlah dari sudut padang yang berbeda lebih tepatnya
dari sudut pandang orang yang akan kita ceramahi panjang lebar luas dan dalam
itu. Hehehe.
Selanjutnya cari
alternative pilihan untuk menyampaikan apa yang ingin kita katakan dan
tunjukkan sikap tegas kita. Kita hanya perlu bersikap tegas bukan bersikap
gegabah dan marah-marah. Kalau sampai pada titik dimana keadaan tidak bisa
diperbaiki, biasanya saya menanyakan pada diri saya, apa yang salah pada sikap
yang saya lakukan dan berusaha berhenti menyalahkan orang lain. Tapi bukan
berarti play to be the victim.
Saya bukan
orang yang tidak pernah marah. Saya marah dan sering merasa kecewa. Karena saya
termasuk orang yang sensitive. Saya biasanya cenderung diam ketika ada sesuatu
hal yang saya rasa tidak cocok dengan apa yang saya ekspektasikan atau apapun. Karena
ketika saya diam, saya mencoba untuk mencerna ulang dan berpikir mengenai
perlakuan orang lain pada saya. Maka penting pula ketika kita marah, kita perlu
menenangkan diri sejenak tanpa berarti kabur dari masalah. Then dealing with
our feeling and reality.
Setiap orang
memiliki cara sendiri-sendiri dalam hal anger management. Namun kita harus
tetap tahu bahwa anger management yang kita berlakukan tidak akan membuat kita
justru menjadi destructive untuk diri sendiri dan orang lain. Apalagi sampai
melakukan kekerasan fisik dan psikis. Lidah lebih tajam dan lebih dalam menorehkan
luka pada orang lain.
Semoga berguna.
Thanks for reading!
Comments
Post a Comment